Ketika Aku, Kamu, dan Dia Telah Menyatu Menjadi Kita, “Indonesia”

by -459 Views

Catatan Sahril Syamsul (Mahasiswa Asal PPU)

BERITAPENAJAM.Net -Beberapa bulan terakhir banyak peristiwa- peristiwa yang terjadi di negeri ini yang cukup menarik perhatian masyarakat, baik secara nasional maupun internasional yang beredar di media. Biasanya peristiwa- peristiwa yang terjadi pada sebuah negara yang mampu menarik perhatian masyarakat internasional itu berupa prestasi- prestasi atau penemuan- penemuan baru yang membuat negara tersebut dianggap mengalami suatu kemajuan. Namun sebaliknya, lagi-lagi negeri ini menarik perhatian masyarakat internasional karena kebobrokan dan keterpurukannya.

Berbagai masalah berdatangan silih berganti dan membuat negeri ini seolah- olah menjadi contoh negara yang memiliki tingkat permasalahan yang paling kompleks di seluruh dunia. Padahal jika dilihat dengan segala potensi yang dimilikinya, sebenarnya negeri ini dapat jauh lebih maju dibandingkan negara- negara lain. Bahkan negeri ini dapat menjadi pusat peradaban dunia. Dengan kekayaan yang begitu melimpah, mulai dari Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Kebudayaan (Agama, Suku, Adat Istiadat, Bahasa) seharusnya menjadi modal yang cukup besar bagi negeri ini untuk menuju satu peradaban yang maju.

Yang paling menarik dari peristiwa- peristiwa yang terjadi beberapa bulan terakhir ini adalah aksi- reaksi yang timbul dari Pemilihan Kepala Daerah di Ibukota negara, baik sebelum pelaksanaan maupun setelahnya. Bahkan jika melihat perjalanan Pilkada kemarin, dapat dikatakan bahwa pilkada ini mengalahkan suasana pemilihan presiden atau yang lazim disebut pilkada rasa pilpres. Jelas, bahkan sampai hari ini dampak dari pilkada tersebut masih kita rasakan, terlebih lagi setelah hasil rekapitulasi suara resmi dikeluarkan oleh KPUD dan divonisnya salah satu kontestan karena terbukti melakukan penistaan terhadap salah satu agama yang notabene merupakan agama mayoritas di negeri ini.

Konflik-konflik bermunculan dimana-mana, mulai dari tingkat elit yang saling serang untuk mempertahankan kekuasaan, sampai tingkat masyarakat paling bawah baik yang ada di dunia nyata maupun dunia maya (Medsos). Dan parahnya lagi, masyarakat yang terlibat dalam pro-kontra tersebut saling melempar tuduhan yang sangat menyakitkan hati. Ada yang mengklaim bahwa kelompoknyalah yang paling Indonesia, yang paling paham tentang Pancasila, dan menuduh kelompok lainnya anti-Pancasila dan anti-kebhinnekaan, begitu pula sebaliknya. Bahkan aksi-reaksi ini hampir menimbulkan perang saudara di negeri ini.

Padahal jika kita menengok sedikit ke belakang, sebelum negeri ini merdeka kita telah dikaruniai oleh Tuhan yakni keberagaman. Berbagai macam Suku, Agama, Ras, Adat Istiadat, Bahasa, Budaya dan lain-lain hidup berdampingan selama bertahun- tahun. Bahkan para pemikir dan pendiri bangsa sebelum negeri ini merdeka, dengan sungguh-sungguh telah menyadari kenyataan ini. Mereka mencurahkan pikirannya untuk mencari satu titik temu yang terbaik bagaimana menggalang persatuan ditengah keberagaman. Maka diletakkan Pancasila sebagai dasar negara, dimana keanekaragaman diakui dan tetap berjalan tetapi berada dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga masih dalam lingkaran kesatuan yang menyeluruh. Begitulah yang dimaksudkan oleh slogan Bhinneka Tunggal Ika.

Jadi, jika melihat fenomena- fenomena saling klaim dan saling tuduh-menuduh ini, sesungguhnya mereka inilah orang-orang yang dengan sangat jelas menyatakan diri bahwa mereka anti-pancasila dan anti-kebhinnekaan. Penulis berpendapat bahwa tidak ada satu orang pun di negeri ini yang “Indonesia”. Kita semua yang hidup, makan, minum, bekerja, bahkan mati di negeri ini, hanyalah menempuh proses, yakni proses menuju “Indonesia”. Dengan jelas Sukarno mengatakan bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah, sebab dengan mempelajari sejarah, kita akan tahu apa yang menjadi kesalahan-kesalahan dimasa lalu dan kita akan tahu apa yang seharusnya diperbuat saat ini untuk menuju “Indonesia” sejati. Berhentilah saling tuduh-menuduh dan mari saling koreksi diri. Jangan sampai kita di adu domba dan dijadikan korban oleh orang-orang yang gila kekuasaan. Mari membangun persatuan untuk mengusir para bandit-bandit yang ada di negeri ini. Karena jika kata Aku, Kamu, dan Dia telah menyatu menjadi Kita “Indonesia”, bahkan untuk menyebut nama “Indonesia” saja para bandit-bandit tersebut akan berpikir ribuan kali.

 

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.