BERITAPENAJAM.Net -Menjadi orangtua, adalah fase belajar yang tidak ada henti-hentinya. Sebab, mendidik seorang manusia bukanlah tanggung jawab yang mudah dan membosankan. Selalu ada hal baru, selalu ada sesuatu yang menarik untuk dipelajari. Namun seiring juga dengan kekhawatiran yang sepertinya tidak bisa berhenti timbul jika mengingat bahwa segala hal terkait anak adalah urusan kita sebagai orangtua.
Salah satu yang terasa cukup berat adalah mengatur emosi, dan mencegah terjadinya pertengkaran dengan pasangan di depan anak. Ada begitu banyak penelitian yang menyatakan bahwa bertengkar di depan anak-anak akan mengakibatkan dampak buruk, bagi perkembangan emosi anak. Seperti dilansir situs Boldsky, ada empat efek negatif yang dapat ditimbulkan karena hal itu.
Yakni, ketakutan yang mengintimidasi dan memengaruhi mental saat dirinya tumbuh. Kemudian memberikan contoh buruk, karena Anda adalah panutan anak. Saat pertengkaran terjadi, anak akan merekam dalam otak, kemudian bukan tidak mungkin menirunya. Anak juga dapat mengalami dilema. Sebab, saat kedua orangtuanya bertengkar, mau tidak mau, anak jadi berpikir keras pihak mana yang harus didukungnya.
Ia akan mengalami kebimbangan untuk menentukan pilihan, siapa pihak yang harus ia sukai atau ia benci. Hal ini tentu tidak sehat bagi perkembangan jiwanya. Dan yang terpenting serta paling jelas adalah, anak akan tumbuh kurang bahagia. Masa kanak-kanaknya menjadi rusak karena pertengkaran kedua orangtua. Trauma akan keributan yang terjadi antara ayah dan ibunya akan membekas hingga ia dewasa.
Dampak buruk pertengkaran juga pernah dibahas oleh Cybele Raver, Profesor Psikologi di Universitas New York. Menurutnya, pertengkaran secara percakapan (bentakan, teriakan, perdebatan) atau secara fisik antara Anda dan pasangan bisa memengaruhi anak dalam melakukan identifikasi diri dan pengendalian emosi. Suasana panas akibat pertengkaran di dalam rumah yang cukup lama, tambahnya, juga bisa berdampak pada penyesuaian emosional yang cenderung lambat. Terutama bagi anak-anak usia dini.
Artinya, pertengkaran orangtua bisa membuat anak tumbuh dan berkembanng dalam keadaan tertekan dan stres. Studi-studi tersebut saling menguatkan bahwa pertengkaran harus benar-benar dijaga agar tidak dilakukan di depan anak. Sebab kondisi kejiwaan mereka harus dijaga dengan baik. Benarkah? Serapuh itu kah anak-anak?
Sebab, Po Bronson dan Ashley Merryman, ternyata punya pendapat lain. Mereka adalah penulis buku Nurture Shock: New Thinking About Children. Mereka melakukan beberapa riset mengenai pertengkaran yang dilakukan di hadapan anak-anak. Dan ya, memang dalam studinya membuktikan bahwa, anak-anak menunjukkan reaksi agresif setelah menyaksikan konflik ayah ibunya. Mereka berteriak, marah bahkan memukul-mukul bantal.
Namun ternyata, di dalam studi yang sama, ada hal lain terjadi. Sesuatu yang ajaib dan mampu mengeliminasi reaksi agresif dari anak-anak tersebut. Apakah hal itu? Biarkanlah anak-anak menyaksikan pertengkaran tersebut, hingga selesai. Ya, jadi, jangan hanya memperlihatkan konfliknya, namun juga solusi dari pertengkaran tersebut. Artinya, bertengkar, lalu meminta anak-anak pergi sebelum memerlihatkan solusi, justru yang menimbulkan dampak buruk bagi anak.
Bahkan, menurut buku ini, peningkatan intensitas pertengkaran pun tidak berpengaruh pada reaksi anak-anak, selama mereka menyaksikan solusinya. Anak-anak menunjukkan reaksi tenang, dan bahkan bahagia saat mereka diperbolehkan menyaksikan konklusi akhir. Ketika kedua orangtuanya usai bertengkar dan melakukan interaksi yang romantis satu sama lain.
Jadi, menyaksikan konflik pernikahan sebetulnya bisa menjadi hal yang baik bagi perkembangan jiwa anak-anak. Selama, pertengkaran tersebut tidak terus meningkat ke arah destruktif, apalagi saling menghina dan melakukan kekerasan fisik. Serta yang terpenting adalah, masalah tersebut diakhiri dengan solusi yang jelas dan menunjukkan kasih sayang usai cekcok. Tetapi ingat, solusi yang diambil harus tulus, dan bukan dalam bentuk manipulasi.
Adu argumen yang sehat, justru memberikan contoh pada anak, bagaimana cara melakukan kompromi dalam mengatasi perbedaan pendapat. Selain itu, membuat anak-anak paham bahwa pertengkaran adalah hal wajar, namun harus selesai dengan perdamaian.
sumber : keluarga.com