Belat, Cara Sederhana Menangkap Ikan dengan Sistem Pasang Surut

by -1219 Views

BERITAPENAJAM.Net– Belat, biasa disebut masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk menangkap ikan di pesisir pantai dengan cara menggiring ikan masuk dalam perangkat yang menyerupai segitiga seperti haluan kapal.

Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan teluk Balikpapan dan sepanjang garis pantai di PPU ini menjadi salah satu mata pencaharian warga lokal untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tak sedikit terlihat belat berdiri tegak di sepanjang pesisir ini.

Jika dilihat, belat ini sangat sederhana bentuknya. Tapi siapa sangka proses pembuatan memakan biaya yang terbilang cukup banyak. Untuk belat ukuran sedang saja bisa memakan biaya hingga 3-4 juta Rupiah.

Begitupun cara  pengambilan ikannya, butuh tenaga yang cukup ekstra, karena saat air pantai surut, ikan-ikan harus segera diambil. Jika tidak ikan, dapat terlepas kembali manakala air pasang.

“Siang atau tengah malam, ikan yang terjebak harus diambil. Kalau tidak ikan dapat lepas kembali kalau air pasang,” ujar Abdul Karim,  yang memiliki tiga buah belat ukuran sedang.

Mengapa setiap belat berharga hingga jutaan rupiah, padahal bentuk belat yang tertancap di pantai sangatlah sederhana. Hanya berupa tancapan kayu berjajar dan diberi dinding dari jaring  ikan.

Abdul Karim membuka rahasia, bahwa mahalnya harga belat yag sederhana ini dikarenakan tiang-tiang kayu penggantung jaring, seharga Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000 per batang dan dibutuhkan tiang kayu yang cukup banyak yaitu antara 150 sampai 250 batang. Juga diperlukan ranting pohon karamunting sebanyak 250 batang, jala atau jaring sebanyak 80 Kg, dan bambu 30 batang, serta tali yang dapat menghabiskan10 gulungan.

Pria berusia 53 tahun ini berkata, bahwa dirinya butuh waktu selama tiga bulan untuk menyelesaikan satu buah belatnya. Pasalnya, pria kelahiran tahun 1961 silam ini harus mencari kayu gunung di hutan dengan jumlah yang cukup banyak sehingga cukup memakan waktu. Kayu yang dipilih juga tidak sembarangan karena harus yang lurus, agar jala terikat dengan sempurna.

Dalam sehari Abdul Karim ini dapat memanen ikan yang terjebak di dalam belat sebanyak dua kali yaitu pada siang hari dan malam, sesuai kondisi pasang surut air laut.

“Jamnya tidak menentu karena hanya melihat air surut saja. Bisa jam 12 malam, bahkan subuh,” ucapnya sambil sesekali menyeka keringat di dahinya.

Dapat dibayangkan jika pada malam hari ia harus melewati hutan bakau yang rindang dan melewati tanah becek berlumpur dengan hanya menggunakan penerangan seadanya demi memenuhi kebutuhan dapur keluarga.

Abdul Karim yang akrab disapa Bedul ini berceri jika hasil tangkapan pembelat ini pun tergantung pada angin dan juga pasang air. Kalau pencari ikan dengan cara memancing, saat memasuki angin selatan tangkapan menurun. Hal ini justru terbanding terbalik dengan pembelat. Jika angin selatan maka hasil tangkapan mereka lebih berlimpah.

“Kalau angin kencang kan ikan lari kedarat (arah pantai) semua. Begitu air surut ikan akan terjebak di belat. Jenisnya macam-macam. Bisa kakap, baronang, udang, kepiting, cumi-cumi hingga ikan berukuran jari orang dewasa,” terangnya.

Namun, penghasilan seorang pembelat, sebutan nelayan ini, tidak lah menentu karena hanya berharap ikan terjebak dalam ujung belat. Namun, dalam sehari rata-rata sebuah belat ukuran sedang mampu menjebak aneka jenis ikan sebanyak 2-3 Kg. Jika dalam sehari dua kali “menyedok” (istilah panen), maka pemilik belat dapat panen antara 4-6 kg. Jika harga ikan campuran ini dihargai Rp.  20.000 per kg, maka satu belat mampu menghasilkan Rp. 80.000 hingga Rp. 120.000. (Letoy/*/nit)

 

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.